Selasa, 22 Februari 2011

PEMBANGUNAN “RING ROAD”MELUMPUHKAN FUNGSI MANGROVE DAN MASYARAKAT ADAT DI PESISIR TELUK YO




Hutan bakau atau mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, pokok-pokok bakau yang berakar ceracak dan tumbuh padat dapat mengurangkan pengaliran sedimen dari kawasan muara dan pantai dan hal ini yang menstabilkan muara dan pantai, serta juga sebagai penapis bahan-bahan pencemaran .
Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota aquatic dan nonaquatic seperti burung, ular, kelelawar, dan tanaman anggrek.
Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan. Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan.
Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Mangrove berfungsi sebagai biofilter alami.
Berbagai jenis ikan, baik yang bersifat herbivora, omnivora, maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang.

Di mangrove sekitar kawasan Teluk Youtefa masyarakat adat khususnya kaum perempuan secara turun temurun telah memanfaatkan kawasan hutan payau yang kaya ini untuk mencari bahan makanan dan bahan kayu bakar bagi kehidupan keluarganya.

Bagi masyarakat adat khususnya kaum perempuan,kawasan hutan bakau ini sangat penting artinya karena merupakan lumbung makanan dan tempat berinteraksi social dan budaya bagi kaum perempuan pada saat mencari kerang rawa,siput,udang dan kayu bakar disana.

Betapa pentingnya peran keberadaan hutan bakau atau mangrove,hilangnya mangrove dari ekosistem perairan pantai akan menyebabkan keseimbangan ekologi lingkungan pantai terganggu.
Sebagai pembanding,Sontirat dalam tulisan ilmiahnya (1989) melaporkan bahwa di kanal Klong Wan, di Thailand, sebelum terjadi kerusakan mangrove terdapat 4 genus kepiting ,72 spesies ikan yang termasuk dalam 6 ordo. Setelah mangrove di kanal itu hilang, ukuran ikan menjadi lebih kecil dan spesiesnya tinggal 34 spesies yang masuk dalam 5 ordo. Kondisi demikian pada akhirnya dapat menyebabkan produksi perikanan pantai menurun (Boyd 1999).
Hal seperti inipun sedang dan telah terjadi di kawasan mangrove Teluk Youtefa dengan adanya aktifitas-aktifitas pembangunan yang tidak memandang kelestarian alam,dan kehidupan budaya masyarakat sekitarnya sebagai bagian yang harus dipandang penting.
Karena keberadaan mangrove atau hutan bakau yang sangat penting maka pemanfaatan kawasan itu bagi eksploitasi dan pembangunan lainnya haruslah dibatasi dan dikaji secara baik dengan mempertimbangkan fungsi penting kawasan mangrove ini.

Pembangunan jalan lingkar Hamadi -Sentani -Jayapura atau yang lebih keren disebut “Mega Project Ring Road Hamadi” menurut Gubernur Provinsi Papua dalam suatu pertemuan bahwa project ini bertujuan untuk “menyelamatkan manusia”, tapi fakta yang terjadi sekarang ini justru hanya akan mematikan masyarakat adat ,melumpuhkan kemampuan perempuan adat menghidupi keluarganya,dan secara jangka panjang menurunkan tingkat kecerdasan generasi penerus disana karena tidak lagi mengkonsumsi makanan alami yang berprotein tinggi,menciptakan berbagai jenis penyakit baru yang tak pernah dialami sebelumnya oleh masyarakat sekitar kawasan teluk yang indah ini karena tingkat pencemaran yang tak terkendali.
Project tahap I sepanjang 1,4 km ini yang diperkirakan menelan dana 100 M Rupiah sebenarnya tak berarti apa-apa bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat ini, karena hanya menuai badai konflik antara mereka,dan merupakan sarana pemusnahan budaya, mata pencaharian lokal masyarakat sekitar.
Sudah merupakan rahasia umum project yang sarat kepentingan ini,tak ada study kelayakannya terhadap kemajuan dan analisa dampak lingkungan pembangunan jembatan ring road itu terhadap masyarakat adat yang hidup di sekitar kawasan adat Teluk Youtefa .
Permasalahan lain yang sangat memalukan juga,ternyata sosialisasi terhadap pembebasan tanah tersebut dan kesepakatan harga per meter sudah diajukan oleh masyarakat tetapi tak pernah ada jawaban dari pemerintah,sementara dilain pihak pembangunan tetap dilanjutkan .Hal ini sudah menyimpang dari apa yang telah ditetapkan pemerintah yang tertuang dalam KEPPRES 15 tahun 1993 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang dalam salah satu pointnya berbunyi,..”pembangunan dapat dilaksanakan apabila proses penyelesaian pelepasan tanah dari masyarakat adat telah selesai sesuai dengan prosedur hukum..”.
Semua hal ini sebenarnya sangat tidak memenuhi standar pembangunan sebuah mega project yang direncanakan untuk menghubungkan bandara dan asset-asset vital negara lainnya di kota Jayapura dalam rangka keamanan nasional ,juga secara jangka panjang merupakan penghubung kesebuah Mega Project lain yang juga akan dibangun kemudian yaitu “Jayapura New City”.

Akhir dan kesimpulan semua adalah pembangunan Mega Project Ring Road telah melumpuhkan fungsi kawasan hutan Mangrove dan masyarakat adat disekitar teluk Youtefa. Sekali lagi,peranan hutan bakau di kawasan pesisir pantai dan teluk Youtefa sangat penting karena fenomena alam, kepentingan masyarakat adat, perempuan adat dan generasi penerus bukan lagi satu sandiwara kehidupan yang tidak boleh dianggap remeh dan ringan.

1 komentar:

  1. Jangan berhenti sampai di sini. Teruslah menulis, mengikat sejarah dalam barisan kata dan kalimat. Menyuarakan kesunyian yang membungkam teriakan hati.

    Salam blogger Papua Portal Web Kota Jayapura

    BalasHapus